Latest Updates

PROPOSAL PTK 1 : Penggunaan Model Kooperatif Learning Tipe STAD dalam Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Fiksi Di Kelas VI SDN 318Tobarakka

A. Latar Belakang
Materi pembelajaran sastra di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia, pembelajaran bahasa dan sastra dilaksanakan secara seimbang dan disajikan secara terpadu (Depdikbud, 1999:20 dan Depdiknas, 2001:14). Materi pembelajaran sastra memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh pembelajaran bahasa Indonesia pada umumnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Solchan Rafi’udin dan Budiasih (dalam Hafid 2002:30) bahwa teks sastra memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh bahan ajar yang lainnya, yaitu struktur teks, isi pesan, aspek kejiwaan yang ditumbuhkembangkan dan strategi penangkapan isi teks yang diperlukan.

Pernyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa pendidikan sekolah dasar bertujuan membina kemampuan mengapresiasi sastra. Kemampuan yang akan dibentuk yaitu kemampuan memahami sastra dan keterampilan mengapresiasi, karena hal ini harus dimiliki bagi setiap peserta didik. Oleh karena itu guru harus melatih murid mengapresiasi dan diharapkan dapat mempertajam perasaan-perasaan penalaran dan daya khayal serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidupnya.

Dalam pencapaian kemampuan mengapresiasi sastra di sekolah dasar, murid diberi pengalaman belajar sastra melalui kegiatan diskusi kelompok. Hal ini sejalan dengan Beach dan Marshall (dalam Hafid 2002:7) dalam pembelajaran sastra ada tiga faktor utama yang berinteraksi secara dinamis, yaitu guru, murid, dan teks. Interaksi antara ketiga komponen tersebut dapat mengembangkan potensi anak, karena interaksi dengan karya sastra dapat membantu perkembangan kognitif, bahasa, moral dan sosial anak.

Salah satu bahan pembelajaran sastra di SD adalah cerita fiksi. Sejalan dengan itu Mason (dalam Hafid 2002:6) menyatakan bahwa teks cerita lebih digemari anak-anak daripada buku-buku cerita. Teks cerita merupakan suatu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri.

Bahan pembelajaran cerita fiksi yang dipilih dan dikembangkan di sekolah dasar harus sesuai dengan karakteristik siswa. Olehnya itu kesesuaian antara bahan pembelajaran cerita fiksi dengan karakteristik murid yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kemampuan bahasa serta lingkungan hidupnya, merupakan kriteria yang harus digunakan sebagai pembelajaran cerita fiksi dengan bahan yang sesuai. Menurut Santosa, (2006:43) ada empat proses dalam pembelajaran cerita fiksi yaitu (1) pemilihan materi, (2) pemilihan metode yang sesuai dengan keadaan siswa, (3) kegiatan pembelajaran apresiasi sastra anak, dan (4) evaluasi belajar sebagai indikator keberhasilan pembelajaran apresiasi sastra.

Guru diharapkan tidak memandang aktifitas pembelajaran sastra sebagai suatu pekerjaan yang selesai dalam waktu yang singkat, tetapi dapat dipandang sebagai suatu proses secara bertahap dalam waktu tertentu untuk menghasilkan pembelajaran apresiasi sastra, yaitu murid mampu memahami unsur-unsur karya sastra.

Harapan tersebut di atas belum sesuai dengan kenyataan, hal ini terungkap melalui prapenelitian pada bulan Desember 2011 di kelas VI SDN 31 Tobarakka, melalui observasi dan wawancara kepada guru dan siswa. Dari hasil observasi terungkap: yaitu (1) guru dalam mengajarkan cerita fiksi belum maksimal, guru hanya menentukan tema saja, tidak menentukan unsur-unsur lainya seperti menentukan alur, perwatakan, latar dalam cerita, (2) guru kurang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, yaitu hanya dapat mendengarkan cerita yang dibaca oleh guru dalam hal ini siswa tidak diajak untuk mendiskusikan tentang tema, alur, perwatakan dan latar yang terkandung dalam cerita tesebut, (3) dalam proses pembelajaran, guru tidak membentuk kelompok diskusi kepada siswa, dalam menemukan tema, alur, perwatakan dan latar dalam cerita fiksi, (4) guru kurang mempresentasekan hasil kerja kelompok mengapresiasi cerita fiksi di depan kelas, tetapi guru hanya mengumpulkan saja hasil kerja kelompok siswa.

Selain itu juga berdasarkan hasil tes prapenelitian kepada siswa kelas VI SDN 318 Tobarakka tersebut terungkap: (1) murid tidak mampu membedakan antara tema dan judul cerita, (2) murid sulit menentukan tema, alur, seting dan amanat yang tekandung dalam sebuah cerita fiksi tersebut dengan baik, (3) murid sukar menetukan jalannya cerita, (4) murid sukar menentukan sifat-sifat tokoh dalam cerita. Tes prapenelitian yang dilakukan hanya mencapai 45% murid yang dapat menentukan unsur-unsur yang terkandung dalam cerita fiksi dan 55% murid yang masih rendah dalam menentukan unsr-unsur yang terkandung dalam cerita fiksi tersebut.

Dari hasil temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab rendahnya kemampuan mengapresiasi cerita fiksi adalah ketidakmampuan guru menggunakan pendekatan yang sesuai yang dilakukan oleh guru sehingga murid tidak dapat menentukan unsur-unsur yang terkandung dalam cerita fiksi.

Jika masalah tersebut tidak dapat diatasi akan berdampak negatif pada siswa, dalam hal ini siswa tidak dapat memahami unsur-unsur intrinsik yang terkandung dalam cerita fiksi, dan juga akan berdampak pada rendahnya minat mengapresiasi karya sastra. Untuk itu peneliti bermaksud untuk mengatasi permasalahan di atas dengan menggunakan pendekatan kooperatif model STAD (Student Teams Achievement Divisions). Sejalan dengan itu Nur (1998:9) menyatakan bahwa untuk mencapai pembelajaran sastra yang maksimal guru harus menggunakan model koperatif learning tipe STAD dan membuat kelompok diskusi kecil, sehingga dapat membantu murid dalam meningkatkan keaktifan antar mereka dan saling kerjasama dalam proses pembelajaran cerita fiksi.

Anggota-anggota kelompok memiliki tanggung jawab dan saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok-kelompok kecil ini saling berinteraksi satu sama lain dan berusaha menemukan jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi. Tujuan pembentukan kelompok kecil ini akan memudahkan murid yang berkemampuan rendah dapat berinteraksi dengan teman kelompoknya yang dianggap mampu.

Berdasarkan harapan dan kenyataan tersebut di atas, maka peneliti melakukan tindakan perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul Penggunaan Model Kooperatif Learning Tipe STAD Dalam Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Fiksi di Kelas VI SDN 318 Tobarakka.

Selengkapnya dapat anda Download Di Sini



Hanya untuk berbagi : MUHAMMAD KARWAPI

0 Response to "PROPOSAL PTK 1 : Penggunaan Model Kooperatif Learning Tipe STAD dalam Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Fiksi Di Kelas VI SDN 318Tobarakka"

Post a Comment

Tinggalkan Jejak Anda dengan Mengisi Kolom Komentar


ViralGen Referral Shopping

Translate